Laman

Sabtu, 20 Oktober 2012

" Orangtua tak boleh egois dengan dirinya masing-masing ...."


Kita cari tahu jawaban semua pertanyaan tersebut dari seorang Ibu yang ramah dan murah senyum. Beliau adalah Komisioner di KPAI ((Komisi Perlindungan Anak Indonesia) yang berkantor di  Jl. Teuku Umar no. 10 Menteng Jakarta Pusat. Ibu Magdalena Sitorus lahir di Sumatera Utara tanggal 21 Oktober 1952 dan akrab disapa dengan “Ibu Magda” adalah salah satu tokoh yang  setia bergelut  di bidang kemanusiaan terutama yang menyangkut anak-anak  dan perempuan Indonesia. Lulusan Sosiologi dan sedang melanjutkan studi S2 di Universitas Diponegoro ini dari dulu  memang cukup aktif di beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti SIKAP, JaringanPeduli dll. Motivasi beliau aktif pada banyak lembaga kemasyarakatan anak dan perempuan Indonesia karena beliau melihat, mengamati dan prihatin sekali bahwa masih banyak anak dan perempuan Indonesia yang tidak mendapat hak-hak hidupnya.

Anak-anak Indonesia masih banyak yang  tidak mendapat Hak Pendidikan, Hak Kesehatan, Hak Bermain dll. Padahal dunia internasional sudah membuat Konvensi Hak Anak Internasional, di mana pemerintah Indonesia menyepakati  tentang  konvensi  tersebut yang kemudian oleh pemerintah Indonesia  dituangkan dalam Undang Undang Perlindungan Anak  Nomor 23 tahun 2002. Menurut Ibu yang murah senyum ini  hak bermain untuk anak adalah suatu kesempatan  bermain yang harus dimiliki, dinikmati dan dirasakan oleh setiap anak bangsa tanpa terkecuali, tanpa tekanan, tanpa pembedaan, tanpa larangan sehingga membuat hati anak dalam bermain itu menjadi senang dan menyenangkan.  Karena dalam bermain, anak-anak akan memperoleh banyak manfaat seperti  anak dapat mempelajari banyak hal baru, teman baru, suasana baru dll. Dengan bermain anak-anak apat mengembangkan kreatifitas, dapat tumbuh dan berkembang secara sehat baik jasmani maupun rohani.

Lalu siapa sajakah yang menjamin, mengawasi dan mengatur pelaksanaan  agar anak bisa mendapatkan hak bermain?

Semua berawal dari rumah,yaitu orangtua. Kalau anak ada di sekolah maka yang menjamin dan mengawasi  anak adalah guru. Sementara di lingkup yang lebih luas sebagai warga negara maka yang menjamin, mengawasi dan mengatur pelaksanaan  hak bermain tersebut  adalah negara/pemerintah. Begitu pula dengan siapa yang berkewajiban menyediakan mainan serta  teman bermain. Semuanya tetap beraal dari rumah dimana orangtua  memegang peran utama. Untuk sekolah-sekolah sebenarnya ada peraturan yang mengatur baha pihak  sekolah  berkewajiban menyediakan lahan bermain untuk anak. Hanya sekarang kendalanya adalah banyak sekolah yang  tidak mempunyai lahan bermain untuk anak karena tidak luasnya sekolah tersebut.

Apakah di Komisi Nasional  Perlindungan Anak Indonesia  ada sarana permainan anak?

Di kantor KPAI tidak ada sarana permainan anak. Akan tetapi kalau ada anak-anak  datang ke KPAI maka mereka diperbolehkan bermain di sana.

Sekarang ini banyak sekali dijual produk mainan yang jelek, cepat rusak bahkan beracun. Menurut Ibu bagaimana mekanisme perlindungan anak dalam hal ini?

Sebenarnya dalam Undang Undang  Perlindungan Anak Nomor 23 tahun  2002  sudah dicantumkan secara jelas  baha anak-anak dilindungi  oleh negara  dari segala hal negatif termasuk produk mainannya. Dalam kenyataannya masih banyak penyimpangan terjadi . Sehingga menurut Ibu Magda, pemerintah harus lebih tegas dan keras dalam bersikap  terhadap tindakan penyelewengan ini  misal dengan menghukum  oknum yang membuat , mengedarkan dan menjual mainan tersebut.

Banyak mainan yang dijual di pasaran sekarang berupa tokoh-tokoh kartun seperti Princess, Ben Ten, Mickey Mouse, Batman dll. Apa pendapat  Ibu?

Mainan yang berupa tokoh-tokoh kartun sebenarnya kurang melatih kreatifitas anak. Masih menurut Ibu Magda, justru permainan jaman dahululah  yang lebih memacu kreatifitas, perkembangan dan pertumbuhan anak. Permainan seperti  Lompat Jongkok, Petak Umpet, Kelereng dapat membuat anak berlari, tertawa dan berkomunikasi secara intensif dengan teman bermainnya.

Berapa jamkah hak bermain anak dalam sehari? Dan bagaimana jika orangtua melarang anak bermain dan menyuruh terus menerus belajar?

Tidak ada ketentuan waktu yang baku yang mengatur hak bermain anak. Yang penting harus seimbang antara waktu  bermain dan belajar sehingga anak tidak menjadi stress karena disuruh belajar terus menerus.

Bolehkah anak menggunakan facebook, email, chatting atau menari data di internet atau malah bermain di warnet? Kalau bermain PSP boleh tidak?

Anak-anak boleh saja menggunakan internet lalu membuka facebook, game online, chatting dll., hanya tetap harus dalam pengawasan orangtua. Anak-anak harus didampingi  saat menggunakan internet, apalagi kalau bermain di warnet . Hal ini menghindari  hal-hal negatif dan membahayakan. Karena sudah banyak kasus terjadi ada anak yang hilang/diculik  karena bertemu teman baru di facebook.
Bermain PSP boleh-boleh saja, hanya harus tetap memperhatikan porsi waktunya. Kapan waktu bermain, kapan waktu istirahat, kapan waktu belajar. Kalau anak terlalu lama di depan komputer akan mengganggu kesehatan mata, pikiran dan kesehatan tubuh lainnya.

Apakah ada aturan yang mengatur agar orangtua harus mau bermain bersama dengan anak?   Karena banyak orang tua yang sibuk bermain game atau facebook  tanpa peduli anak.

Orangtua tetap harus terlibat dalam dunia bermain anak. Orangtua tetap harus menjadi pendamping dan teman bermain setia saat anak bermain, terutama saat anak bermain di rumah. Karena dengan bermain bersama anak, maka hubungan antara anak dan orangtua  akan terjalin sangat  baik. Masing-masing bisa saling berkomunikasi  dengan pengalaman yang dialami sehari-hari. Sehingga kualitas hubungan anak dan orangtua secara psikis menjadi bagus walaupun kuantitas (waktu bertemu dan berkumpulnya sedikit) karena sehari-hari  orangtuanya bekerja. Orangtua tidak boleh egois dengan dirinya masing-masing, misalnya dengan bermain facebook berjam-jam sementara anak tidak dilibatkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar